Abu Mas’ud al-Anshari berkata, telah datang seorang laki-laki dengan menuntun seekor unta yang telah diikat dengan tali kekangnya seraya berkata,
واخْتَلف العلماءُ في وُصولِ ثوابِ قِراءةِ القرآن، فالمشْهورُ مِن مذهب الشافعي وجماعةٍ، أنّه لا يَصِل.وذهب أحمدُ بن حنبل وجماعةٌ مِن العُلماء، وجماعةٌ من rezeki sedekah quran أصْحابِ الشافعي، إلى أنّه يَصِل، فالاخْتِيار أنْ يقولَ القارِئُ بعد فِراغِه: اللهمّ أوصلْ ثوابَ ما قَرأْتُه إلى فلان، والله أعلم
Allah S.W.T telah mensyariatkan wakaf, menganjur dan menjadikannya sebagai salah satu agenda untuk mendampingkan diri kepadanya dan memberikan pahala yang cukup besar bagi sesiapa yang menginfaqkan harta mereka ke jalan Allah Taala sebagaimana firman Allah SWT yang bermaksud:
Terus tiap saya memegang sesuatu yg menurut saya kotor atau najis ..saya suka cuci tangan ,dan cuci tangannya juga lama ..bersihin sisi atas tangan,sisi bawah tangan ..sampe2 tangan saya kering dan jadi putih . Sehari bisa sampe brp kali cuci tangan.
Sebab, tidak semua orang mampu menyediakan jumlah Alquran yang cukup dan kondisi yang bagus untuk banyak orang sekaligus. Pemberian pewakaf berupa Alquran tentu akan sangat membantu mereka untuk lebih mudah membaca dan mempelajari isi Alquran tanpa harus gantian.
Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).”
Dapatkah dibayangkan betapa derasnya pahala yang mengalir? Selama menghafal Alquran, seorang muslim pasti akan selalu membaca ayat demi ayat sehingga mendatangkan pahala bagi pewakaf.
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
Dengan mengatakan kalimat tersebut secara tegas dan jelas, maka waqif sudah mengutarakan kesungguhannya untuk mewakafkan Alquran. Agar lebih jelas, berikut tata cara wakaf Alquran yang sesuai dengan ajaran Islam:
مَثَلُ الْبَخِيلِ وَالْمُنْفِقِ كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُبَّتَانِ مِنْ حَدِيدٍ مِنْ ثُدِيِّهِمَا إِلَى تَرَاقِيهِمَا فَأَمَّا الْمُنْفِقُ فَلاَ يُنْفِقُ إِلاَّ سَبَغَتْ أَوْ وَفَرَتْ عَلَى جِلْدِهِ حَتَّى تُخْفِيَ بَنَانَهُ وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ وَأَمَّا الْبَخِيلُ فَلاَ يُرِيدُ أَنْ يُنْفِقَ شَيْئًا إِلاَّ لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكَانَهَا فَهُوَ يُوَسِّعُهَا وَلاَ تَتَّسِعُ
“Sedekah adalah harta yang dikeluarkan seseorang demi mendekatkan diri kepada Allah semisal zakat. Namun istilah sedekah pada asalnya digunakan untuk pemberian yang sifatnya tambahan (
Sumber Gambar : Pixabay Setiap akan beribadah, seorang muslim diwajibkan untuk berniat sebagai bentuk kesungguhan dalam menjalankan ibadah tersebut. Kedudukan niat dalam Islam memang sangat penting karena Allah akan memberikan ganjaran sesuai dengan niat yang dimiliki oleh seorang muslim.
Namun, muncul persoalan etika mengenai keberlanjutan amal kebaikan atas nama orang yang telah meninggal dunia. Dalam Fatwa Tarjih, diungkapkan bahwa memberikan sedekah atau amal atas nama orang yang telah meninggal tidak mengalirkan pahala dan tidak menjadi amal bagi orang yang sudah meninggal tersebut.
kami cenderung untuk mengatakan bahawa ganjaran yang besar atau gandaan pahala itu diperolehi bagi sesiapa yang menunaikan solat di masjid al-Haram dan ia juga meliputi tanah haram keseluruhannya